2/18/2009

Tujuh Langkah Kesabaran

Sebuah rumah gubuk kecil berdiri anggun di tanah pegunungan yang indah dan hijau. Di gubuk terpencil itu, tinggallah seorang kakek tua yang terkenal karena kebijaksanaannya. Banyak orang dari berbagai tempat datang kepadanya untuk meminta nasihat si kakek tua itu. Suatu hari, datanglah seorang pria yang telah tiga hari lamanya menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Sesampai di hadapan si kakek tua, pria itu memohon nasehat tentang bagaimana caranya mengendalikan emosi atau amarah yang cepat terbakar dan tidak terkendali.

Setelah sejenak memandang pria tersebut, sang kakek nan bijak itu pun berkata, “Anak muda, setiap kali engkau tersinggung, marah atau terpancing emosi, ingatlah TUJUH LANGKAH KESABARAN. Untuk itu, lakukanlah MUNDUR TUJUH LANGKAH, LALU MAJU LAGI TUJUH LANGKAH, dan lakukan hal tersebut tujuh kali berturut-turut. Lakukan dengan langkah yang mantap sambil berhitung.

Merasa mendapat nasihat bijak, dengan gembira pria itu pulang kembali ke desanya. Ia yakin sekali masalah emosi sulit sekali terkendali yang dideritanya pasti bisa dia pecahkan. 

Tiga hari perjalanan kembali harus dia tempuh. Hari telah larut ketika ia sampai di rumah. Dengan pakaian yang lusuh, badan letih dan pegal-pegal, serta perut yang sangat lapar, ia masuk ke dalam kamar istrinya. Di dalam benaknya terbayang makan malam dan air hangat untuk mandi yang biasa disediakan oleh istrinya. 

Tetapi seperti di sambar geledek, pria itu mendapati istrinya sedang tertidur lelap di balik selimut dengan orang lain.

Karena melihat pemandangan seperti itu, penyakit lamanya langsung kambuh, emosi membutakan akal sehatnya, “Kurang ajar! Baru ditinggal sebentar saja sudah berani memasukkan orang lain ke kamar...!” dengan kemarahan yang meluap, pria itu mencabut belati bermaksud menghabisi mereka berdua. Tetapi, spontan dia teringat dengan nasihat si kakek tua yang bijak, dan langsung mempraktekkannya. Sambil mengangkat tangan menghunus belati dan hembusan nafas kemarahan, hentakan kaki dan suara hitungan pun segera terdengar. Mundur tujuh langkah, lalu maju tujuh langkah.

Kegaduhan itu membangunkan istrinya...

Ketika istrinya bangun dan menyingkap selimut, betapa kaget dan sekaligus leganya pria itu karena ternyata yang menemani istrinya tidur adalah ibunya sendiri. Detik itu juga rasa syukur terucap dari mulutnya yang bergetar. 

Ia telah berhasil mencegah satu tindakan emosional dan bodoh. Entah apa yang akan terjadi seandainya dia menuruti emosinya belaka, tidak menuruti nasihat si kakek bijak, mungkin dia telah membunuh orang-orang yang paling dicintainya, dan hidupnya akan dirundung penyesalan seumur hidup.

  KETIKA MENGHADAPI ORANG YANG SEDANG EMOSI, KITA BUTUH KESABARAN. LEBIH-LEBIH SAAT KITA SENDIRI TERSINGGUNG DAN MARAH, KITA PERLU KESABARAN. KESABARAN ADALAH MUTIARA KEHIDUPAN




Posting Yang Berkaitan :




0 komentar: